Jumat, 03 April 2015

Memeluk Jarak Dalam Dekapan Rindu



Dibalik jendela kayu disudut kamar kupandangi jutaan bintang bertaburan rindu di angkasa yang membentang di kota kelahiranmu. Bersama rindu tak terucap ingin kutitipkan salam melalui bulan yang seolah tersenyum manis kepadaku. Apa kabar, lelakiku ? senandung doa terus mengalun mengiringi derap langkahmu meniti masa depan. Tidak kah kau mendengar sayang ? rintihan hati menantimu kembali.
Sepoi angin malam membius memanggilku untuk memutar kali pertama aku menemukanmu. Tepat berselang lima hari dari tanggal kelahiranku kutemui sosok malaikat pengubah hidupku. Dalam sekejap lelaki ini dapat membuatku tersenyum bahagia namun dalam sekejap pula dapat membuatku tersentak dan mengurung hati.
Aku dan dia terpaut jarak puluhan KM. Memang bukanlah jarak yang jauh, atau mungkin banyak yang memendam rindu dalam jarak yang lebih jauh dari jarak yang kumiliki. Yang membedakan hanyalah komunikasi. Jarak puluhan KM serasa seperti ribuan kilometer saat komunikasi hanya berjalan sabtu atau minggu. Bahkan satu bulan hanya sekali berkomunikasi.
Dibilang rindu ? iya, sangat rindu. Di bilang lelah ? bagaimana tidak, jika membawa lari rindu tanpa henti dan tanpa ujung menjadi rutinitas setiap hari. Aku tak pernah menunjukkan rasa lelahku didepan lekakiku, karena aku tau dia juga lelah memperjuangkan masa depannya. Aku harus mengerti kesibukannya. Terlebih aku dengannya sama di didik dalam wadah akademi. Tentu pendidikan adalah penghalang, namun pendidikan ini kelak akan membuahkan kebahagiaan tak terkira.
Setiap kali dia mengeluh aku hanya mampu memberikannya semangat. Kubilang padanya “semangat kapten, setiap kamu lelah ingatlah ada orang tuamu yang ingin melihat anaknya memakai seragam perwira” .  dia tidak pernah mengerti bahwa aku selalu menahan keluhku saat merindu. aku selalu mengatakan bahwa tak usah memaksakan pulang jika memang tak ada libur. Biarlah aku disini mengurung rindu menantimu pulang saat libur panjang.
Lelakiku tak pernah mengerti ada rasa yang meletup ketika dering ponsel menampakkan namamu di layarnya. Sekedar kata “Hy, aku pulang lagi nih” begitu hangat mencairkan hati yang telah lama beku terkurung rindu.  Seutas senyum kecil selalu mengembang di sudut bibirku.  Namun raut kesedihan akan segera muncul ketika akhir pekan merayap mendekat. Katamu, “Aku balik dulu ya, semoga minggu depan libur dan bisa pulang lagi”. Mata ini tak kuat menyiratkan kesedihan yang mendalam. Harus ku kembali menjalani hari-hari tanpamu lagi.
Lelakiku ini juga tak pernah mengerti bahwa ada wanita yang senantiasa menyemangatinya dari pelukan senandung doa panjang ketika aku duduk bersimpuh dihadapanNya.  Dalam doaku kusebut namamu berulang-ulang, kuselipkan doa agar Tuhan segera mempertemukanmu denganku kembali.
Asaku terus bergejolak dalam dada. Kapankah semua ini berakhir dengan sebuah titik indah. Titik dimana laju kapal pesiarmu menurunkan layar dan terhenti disebuah pelabuhan. Dimana jangkarmu akan kau tautkan dan tak pernah kau angkat kembali.
Biarlah jarak menjadi ombak sementara yang mengombang-ambingkan laju perahumu. Ku yakin dengan angin yang berhembus membawa kapalmu, kupercaya Tuhan akan menghadirkanmu dihadapanku. Menghapus segala sesaknya sebuah rindu yang menggerogoti raga. Kupercaya titik temu itu akan segera hadir saat dua buah garis saling berpotongan. Ku yakin kuasaNya akan mengindahkan kisah kita serta terlukis dalam pasir di bibir pantai dan karang akan menghalangi ombak untuk menghapus keindahannya. INSPIRED BY: Sahabat (RARASATI W) yang sedang menunggu sebuah kapal besar membawa kembali kaptennya kepadanya
   

MY ACNE STORY PART 3 || SKINCARE ROUTINE UNTUK WAJAH BERJERAWAT

Waaa, panjang banget ya ceritanya ngelawan jerawat wkwk udah sampe part 3 segala. Ini mungkin adalah akibat dari aku yang dulu awal puberty...