Senin, 15 Juni 2015

Untukmu Yang Selalu Menungguiku



Kemarin aku usil membaca tulisan tulisan galau di blogmu. Disitu aku membaca tulisan yang paling atas dan paling segar yang berjudul "Tepat di hari ke 23 semenjak pertemuan pertama kita" . Hatiku sedikit tergelitik membacanya, baru ku ketahui perempuan yang duduk disampingku di dalam bus antar kota begitu indah memainkan imajinasinya. Aku mrmbacanya perlahan dari kata pertama hingga kata terakhir yang tertulis "dan yang paling sering kamu buat menunggu"
aku sedikit tersinggung jika lelaki yang kamu maksud itu adalah aku. Bukankah aku selalu mengatakan bahwa kesibukanku disini untuk hal yang positif. Aku tidak pernah mengabaikanmu seperti yang kamu bilang didalam tulisanmu. Bukankah selalu ku katakan, aku berbeda dengan lelaki lain. Mungkin kamu terbiasa dekat dengan lelaki yang memiliki banyak waktu untuk sekedar menelponmu atau menjemputmu kuliah.
Bahkan kemarin setelah aku membaca tulisanmu, ditengah istirahat makan siang kusempatkan meraih telepon genggamku untuk menelponmu. Suara lembutmu diseberang sana sebenarnya cukup membuatku semangat kuliah dijurusan yang tak pernah kuingini ini. Ku dengar kamu mulai mendakwaku dengan berbagai pernyataan. Katamu, kamu bukan prioritasku. Katamu, aku memiliki orang yang lebih aku prioritaskan untuk aku beri kabar. Dan katamu lagi, aku selalu mengabaikanmu dan mulai menjauhimu secara perlahan.
Hey gadis yang 23 hari lalu duduk disebelahku di dalam bus antar kota, aku tidak memiliki niat sedikitpun untuk menjauhimu. Bukankah kamu tahu aku bukan lelaki seperti itu. Suaramu semakin tak lembut membuat amarahku memuncak. Dengan tega ku katakan padamu, prioritasku bukan kamu melainkan pasien. Iya, pasien lah prioritas utamaku. Dididik dengan dididikan yang semi militer membuatku memiliki semangat membara untuk mendharmakan baktiku sepenuhnya untuk NKRI. mengabdikan diriku untuk kesembuhan orang lain. tanpa harus kukatakan pasti kamu sudah mengerti bukan.

Diseberang telepon kudengar kamu sesenggukan, iya pasti kamu menangis. Maaf, ucapku lirih padamu. Aku meminta maaf padamu jika aku tidak pernah mengerti kamu, mengerti hatimu. Namun bukankah 23 hari adalah waktu yang sangat singkat untuk mendoktrin bahwa kamu menaruh hatimu padaku ? Aku tidak yakin pada cinta pada pandangan pertama. Karena cinta pada pandangan pertama kuanggap sebagai suatu ketertarikan sesaat.
Maaf jika aku selalu membuatmu menunggu sekali lagi aku minta maaf. Maaf jika selama ini kamu bukan prioritas utamaku. Namun, bukan berarti kamu tidak penting. Kamu sangat penting. Sepagi mungkin kamu selalu membangunkanku, mengajakku untuk sholat dan tak pernah lupa mengingatkanku makan. Kamu seorang ahli gizi, kamu selalu mengaturku dalam hal makanan. Katamu, aku harus banyak makan sayur dan mengkonsumsi buah-buahan bervitamin C untuk daya tahan tubuh. Kamu selalu bilang aktivitasku yang padat dapat dengan mudah menjadikan daya tahan tubuhku menurun. Katamu lagi, bagaimana bisa aku menjadi pelayan dan merawat orang lain jika tubuhku lemah. Katamu bagaimana bisa aku menyembuhkan orang lain sedangkan aku sendiri sakit. Kamu juga selalu mengingatkanku untuk tidak makan makanan cepat saji kecuali jika keadaan memaksa.
Kamu penting Ahli Giziku, perhatianmu selalu menjadi apa yang aku rindukan darimu. Aku tidak sepandai kamu dalam menulis, namun dengan ini semoga kamu membaca dan kamu lebih memahami keadaanku. Beri aku sedikit waktu untuk meyakinkan diriku bahwa kamu adalah seorang perempuan yang dikirimkan oleh Tuhan untuk menjaga hati seorang pelayan kesehatan sama sepertimu. Bersabarlah, ahli giziku.

Minggu, 14 Juni 2015

Tepat Hari ke 23 Sejak Pertemuan Pertama Kita



Alunan musik jalanan yang dilantunkan pengamen di dalan bus antar kota sore ini membuatku mengingatmu lagi. sinar matahari sore masuk menerobos tirai berwarna putih tulang yang lusuh disepanjang kaca. Hari ini tepat 23 hari aku mengenalmu. Belum lama memang, tapi rasa yang kamu ciptakan sungguh telah merebut ruang didalam hatiku.
Aku kangen kamu. Tiga kata yang terus menerus aku pendam semenjak 23 hari yang lalu. Kamu sama sepertiku, sama-sama mengabdikan dharma baktimu untuk ibu pertiwi. Aku mengerti betul bagaimana sibuknya kamu di sana. Kamu bukan lelaki yang bisa menjemputku sepulang kuliah seperti lelaki lain. Aku pahami itu, demi kebaikanmu dan masa depanmu aku rela bersabar. Hanya kamu hubungi 3x dalam sehari aku terima, kau bilang sibuk mengurus ini, sibuk kuliah pagi, tugas ini itu, askep dan segenap beban lainnya yang kamu pikul.
Pernah aku membaca dalam sebuah buku, bahwa tak ada obat lain selain bertemu ketika sedang merindu. Mungkin disini hanya aku yang merindu, tidak ada kata saling disini. Iya aku yang berjuang sendirian. Bukankah kamu memang tidak pernah mau tau tentang apa yang aku rasakan ? kamu selalu membiarkan aku mengais puing puing rindu sendirian. Meringis dalam sendu dan meratap dalam pilu.
Sadar memang, aku bukanlah siapa siapa untukmu. Mungkin hanya sebatas teman satu almamater yang tak lebih dan tak kurang. Namun salahkah jika ada perasaan lebih yang bergejolak dalam nurani untuk memilikimu ? menyentuhmu, menyatukan jemariku dalam ruas ruas diantara jemarimu adalah asaku. Bisakah kamu sedikit memahami membaca dan menafsirkan apa yang tersirat di dalam mataku  ?
Kamu pikir menahan sebuah rasa itu enak ? kamu pikir menunggu itu tidak menyesakkan ? kamu tidak tahu dan tidak akan pernah tahu begitu bodohnya aku menunggu sebuah kabar darimu. Yang mungkin telah ada yang lebih kamu prioritaskan. Lebih penting untuk kamu kirimi sebuah kabar. Tentu saja bukan aku jawabannya.
Apakah salah, dalan waktu sesingkat ini aku menaruh harap kamu memiliki rasa yang sama denganku ? Kadang lelah aku menunggu kabar darimu, sakit melihatmu  online di jejaring sosialmu namun kau abaikan pesan singkatku. Apakah ini yang dinamakan penolakan ? Apakah ini suatu pertanda bahwa aku bukanlah prioritasmu. Pasti ada diluar sana yang lebih menjadi prioritasmu. Sebagaimana keras usahaku untuk menemuimu, seberapa keras usahaku mencuri perhatian darimu tidak memungkinkan kamu untuk memilihku sebagai prioritasmu.
Seberapapun besar aku mengemis perhatian darimu kurasa semua tiada berguna, kamu lebih memilih menyerahkan seluruh perhatianmu kepada orang lain yang menurutmu dialah prioritasmu. Aku tau pendidikanmu mahal, aku mengerti betul dengan mudah kamu dapat mendapatkan gadis yang kau inginkan.
Aku ingin semuanya kembali ke awal kita berkenalan. Didalam sebuah bus antar kota. Aku sangat ingat betul, kamu memakai seragam khas hari rabu-kamis yang sama sepertiku hanya saja kerahmu berwarna kuning sedangkan aku bewarna biru lengkap dengan atribut sebuah kampus kesehatan. Sangat kuingat betul caramu memperkenalkan dirimu. Matamu tajam seperti elang, alismu begitu indah kamu terlihat tampan dengan balutan seragam dan senyum manismu.
Begitu renyah tawamu membuang kesan menyeramkan seperti yang aku takutkan ketika aku bersekolah dasar dulu. Ya, bagiku perawat itu menakutkan datang ke sekolah melakukan imunisasi dan membawa benda yang sampai saat ini aku takuti. Suntik. Kamu membuatku tidak bosan duduk berjam jam dalam bus yang telah usang dan pengap. Kamu begitu asik menceritakan kehidupanmu menjadi seorang perawat. Sesekali aku melirikmu untuk sekedar ingin melihat alismu yang membuatku jatuh hati.
Awalnya kamu pernah sangat hangat sebelum akhirnya kamu menjadi sangat dingin. Taukah, hati ini selalu berkecamuk saat kamu menghilang tanpa kabar. Maafkan aku yang selalu bersikap kekanakan mendakwamu untuk selalu memberiku kabar. Maafkan aku jika sikapku membuatmu merasa jenuh. Maafkan aku membuatmu merasa tak nyaman. Maafkan aku mengganggu pekerjaanmu. Maafkan aku yang selalu mengemis perhatian darimu. Dan maafkan aku hingga aku menulis seperti ini.
Tuan, tolong aku minta tolong kembalilah seperti dulu. Aku telah beku dengan dinginmu. Aku tak bisa dan tak tau bagaimana caranya berjalan mundur karena kurasa aku telah berjalan cukup jauh ke dalam duniamu. Tolong kak, jangan kamu suruh aku untuk mundur. Karena jika aku mundur aku takut tak akan bisa kembali lagi.
Kumohon, jujurlah kepadaku. Jangan buat aku terus menunggu dan menaruh harapan kamu akan menjemputku setelah kemarau ini berakhir. Aku terima kejujuranmu jika memang kamu telah memiliki seseorang yang kamu jadikan prioritas. Aku terima maksudmu bahwa kamu adalah orang yang setia adalah setia pada satu wanita yang kau sebut prioritasmu.
Jika kamu jujur, aku berjanji padamu tuan perawat tak usah kamu antarkan kembali pun aku telah tau bagaimana berjalan mundur dan berbalik arah. Hingga tak perlu kamu ajak aku berjalan hingga semakin jauh, dan semakin tersesat dalam liku-liku hatimu.
Siapakah wanita itu ? Siapakah prioritasmu, katakan padaku hingga aku tahu bagaimana caranya mencegah kakiku untuk melangkah menuju jurang yang sangat curam didepanku. Hingga kamu  tak perlu lagi mengobati apa itu luka dan tak perlu mendengar rintihan lara yang kamu timbulkan.
                                                                                                                Sincerely,
                                                                Seorang gadis yang sealmamater dengan kamu dan yang paling sering kamu buat menunggu.



Kamis, 04 Juni 2015

Masihkah Pantai Terasa Indah Jika Tanpamu ?



Deburan ombak di pantai adalah yang paling bisa menghadirkan bayangmu di memoriku. Bagaikan dipukul mundur, mengingat semua masih terasa indah. Berlari-lari kecil di pantai kala senja bersamamu adalah hobi baruku semenjak aku mengenalmu di dalam sebuah bus antar kota. Pria penyuka pantai dan pengagum senja yang mengajariku banyak tentang arti kehidupan. Membuat aku menjadi pecandu pantai sama sepertimu.
Katamu hidup tak hanya seperti pohon nyiur di tepi pantai yang hanya meneduhkan beberapa orang, kamu selalu menyuruhku untuk menjadi sebuah karang yang berdiri tegar meskipun ombak selalu berusaha mengikisnya. Kamu yang selalu mengatakan aku tak boleh manja meskipun aku terlahir sebagai anak semata wayang.
Kamu indah, seindah pesona senja di tepian laut. Duduk berdua denganmu ditepian pantai sembari menanti mentari hilang di garis cakrawala adalah salah satu favoritku. Aku menyukainya terlebih ketika sang mentari membuatmu memicingkan mata elangmu. Alismu yang tegas serta hidungmu yang macung. Ah, semua menjadi candu bagiku.
Suatu kemustahilan jika kamu menyuruhku melupakan semua tentangmu. Bukan aku tak bisa, namun tak ada sedikitpun terbersit niat untuk melakukannya. Bukankah kamu yang selalu meyakinkan aku atas semua keraguanku terhadapmu ? kamu meraih kedua tanganku, kau tatap mataku lekat lekat dengan mata elangmu seaakan kamu tak ingin kehilanganku ? katamu, kamu itu seperti sebuah perahu nelayan. Sejauh apapun angin melambungkan layarnya dan membawanya jauh ke laut lepas, angin selalu akan mengembalikannya pulang. Walau badai sekalipun, perahu tersebut akan berusaha untuk pulang karena ada kehangatan yang menantinya di daratan.
Kamu memang seperti sebuah perahu nelayan, namun untuk saat ini perahumu tak lagi membawa jarring namun perahumu membawa pukat harimau. Kamu menghancurkan, kamu menyakiti yang bahkan tak memiliki niat sedikitpun untuk menyakitimu. Kamu menyakiti yang bahkan dapat memeluk kehidupanmu. Sedang aku kini tak lebih dari sebuah ombak yang hadir hanya untuk menyapa pantai namun selalu bergulung kembali dan tak pernah bisa tinggal untuk memeluknya.
Kamu selalu berbicara tentang berbagai filosofi laut. Seakan laut dan pantai tak memiliki tangan untuk menyakiti hingga kamu melupakan satu hal, laut tak akan segan menggulung dan menyeretmu dengan gelombangnya.
Kamu lelaki yang mebuatku jatuh cinta dengan pantai dan juga lelaki yang membuatku paling benci dengan pantai. Untukmu lelaki penyuka pantai dan keindahan senja kutitipkan salam pada jutaan ribu pasir dilautan yang pernah menjadi saksi bisu segala cerita yang setiap detiknya sangat ku hargai sebagai cerita indah, ku titipkan salamku pada karang yang mencoba tetap tegar walaupun rindu semakin mengikisnya. Terima kasih telah mengenalkanku pada sepoi angin pantai yang membuatku terlena hingga tanpa sadar gulungan ombak menyeretku jauh ke laut lepas. Pesona pantai pun kini telah sirna, meninggalkan sebuah kenangan yang tersapu perlahan oleh gulungan ombak.   



MY ACNE STORY PART 3 || SKINCARE ROUTINE UNTUK WAJAH BERJERAWAT

Waaa, panjang banget ya ceritanya ngelawan jerawat wkwk udah sampe part 3 segala. Ini mungkin adalah akibat dari aku yang dulu awal puberty...