Deburan ombak di pantai adalah
yang paling bisa menghadirkan bayangmu di memoriku. Bagaikan dipukul mundur,
mengingat semua masih terasa indah. Berlari-lari kecil di pantai kala senja
bersamamu adalah hobi baruku semenjak aku mengenalmu di dalam sebuah bus antar
kota. Pria penyuka pantai dan pengagum senja yang mengajariku banyak tentang
arti kehidupan. Membuat aku menjadi pecandu pantai sama sepertimu.
Katamu hidup tak hanya seperti
pohon nyiur di tepi pantai yang hanya meneduhkan beberapa orang, kamu selalu
menyuruhku untuk menjadi sebuah karang yang berdiri tegar meskipun ombak selalu
berusaha mengikisnya. Kamu yang selalu mengatakan aku tak boleh manja meskipun
aku terlahir sebagai anak semata wayang.
Kamu indah, seindah pesona senja
di tepian laut. Duduk berdua denganmu ditepian pantai sembari menanti mentari
hilang di garis cakrawala adalah salah satu favoritku. Aku menyukainya terlebih
ketika sang mentari membuatmu memicingkan mata elangmu. Alismu yang tegas serta
hidungmu yang macung. Ah, semua menjadi candu bagiku.
Suatu kemustahilan jika kamu
menyuruhku melupakan semua tentangmu. Bukan aku tak bisa, namun tak ada
sedikitpun terbersit niat untuk melakukannya. Bukankah kamu yang selalu
meyakinkan aku atas semua keraguanku terhadapmu ? kamu meraih kedua tanganku,
kau tatap mataku lekat lekat dengan mata elangmu seaakan kamu tak ingin
kehilanganku ? katamu, kamu itu seperti sebuah perahu nelayan. Sejauh apapun
angin melambungkan layarnya dan membawanya jauh ke laut lepas, angin selalu
akan mengembalikannya pulang. Walau badai sekalipun, perahu tersebut akan
berusaha untuk pulang karena ada kehangatan yang menantinya di daratan.
Kamu memang seperti sebuah perahu
nelayan, namun untuk saat ini perahumu tak lagi membawa jarring namun perahumu
membawa pukat harimau. Kamu menghancurkan, kamu menyakiti yang bahkan tak
memiliki niat sedikitpun untuk menyakitimu. Kamu menyakiti yang bahkan dapat
memeluk kehidupanmu. Sedang aku kini tak lebih dari sebuah ombak yang hadir
hanya untuk menyapa pantai namun selalu bergulung kembali dan tak pernah bisa
tinggal untuk memeluknya.
Kamu selalu berbicara tentang
berbagai filosofi laut. Seakan laut dan pantai tak memiliki tangan untuk
menyakiti hingga kamu melupakan satu hal, laut tak akan segan menggulung dan
menyeretmu dengan gelombangnya.
Kamu lelaki yang mebuatku jatuh
cinta dengan pantai dan juga lelaki yang membuatku paling benci dengan pantai.
Untukmu lelaki penyuka pantai dan keindahan senja kutitipkan salam pada jutaan
ribu pasir dilautan yang pernah menjadi saksi bisu segala cerita yang setiap
detiknya sangat ku hargai sebagai cerita indah, ku titipkan salamku pada karang
yang mencoba tetap tegar walaupun rindu semakin mengikisnya. Terima kasih telah
mengenalkanku pada sepoi angin pantai yang membuatku terlena hingga tanpa sadar
gulungan ombak menyeretku jauh ke laut lepas. Pesona pantai pun kini telah
sirna, meninggalkan sebuah kenangan yang tersapu perlahan oleh gulungan ombak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar