Alunan musik jalanan yang
dilantunkan pengamen di dalan bus antar kota sore ini membuatku mengingatmu
lagi. sinar matahari sore masuk menerobos tirai berwarna putih tulang yang lusuh
disepanjang kaca. Hari ini tepat 23 hari aku mengenalmu. Belum lama memang,
tapi rasa yang kamu ciptakan sungguh telah merebut ruang didalam hatiku.
Aku kangen kamu. Tiga kata yang
terus menerus aku pendam semenjak 23 hari yang lalu. Kamu sama sepertiku,
sama-sama mengabdikan dharma baktimu untuk ibu pertiwi. Aku mengerti betul
bagaimana sibuknya kamu di sana. Kamu bukan lelaki yang bisa menjemputku sepulang
kuliah seperti lelaki lain. Aku pahami itu, demi kebaikanmu dan masa depanmu
aku rela bersabar. Hanya kamu hubungi 3x dalam sehari aku terima, kau bilang
sibuk mengurus ini, sibuk kuliah pagi, tugas ini itu, askep dan segenap beban lainnya yang kamu pikul.
Pernah aku membaca dalam sebuah
buku, bahwa tak ada obat lain selain bertemu ketika sedang merindu. Mungkin
disini hanya aku yang merindu, tidak ada kata saling disini. Iya aku yang
berjuang sendirian. Bukankah kamu memang tidak pernah mau tau tentang apa yang
aku rasakan ? kamu selalu membiarkan aku mengais puing puing rindu sendirian. Meringis
dalam sendu dan meratap dalam pilu.
Sadar memang, aku bukanlah siapa
siapa untukmu. Mungkin hanya sebatas teman satu almamater yang tak lebih dan tak kurang. Namun
salahkah jika ada perasaan lebih yang bergejolak dalam nurani untuk memilikimu
? menyentuhmu, menyatukan jemariku dalam ruas ruas diantara jemarimu adalah
asaku. Bisakah kamu sedikit memahami membaca dan menafsirkan apa yang tersirat
di dalam mataku ?
Kamu pikir menahan sebuah rasa
itu enak ? kamu pikir menunggu itu tidak menyesakkan ? kamu tidak tahu dan
tidak akan pernah tahu begitu bodohnya aku menunggu sebuah kabar darimu. Yang
mungkin telah ada yang lebih kamu prioritaskan. Lebih penting untuk kamu kirimi
sebuah kabar. Tentu saja bukan aku jawabannya.
Apakah salah, dalan waktu sesingkat
ini aku menaruh harap kamu memiliki rasa yang sama denganku ? Kadang lelah aku
menunggu kabar darimu, sakit melihatmu online
di jejaring sosialmu namun kau abaikan pesan singkatku. Apakah ini yang
dinamakan penolakan ? Apakah ini suatu pertanda bahwa aku bukanlah prioritasmu.
Pasti ada diluar sana yang lebih menjadi prioritasmu. Sebagaimana keras usahaku
untuk menemuimu, seberapa keras usahaku mencuri perhatian darimu tidak
memungkinkan kamu untuk memilihku sebagai prioritasmu.
Seberapapun besar aku mengemis
perhatian darimu kurasa semua tiada berguna, kamu lebih memilih menyerahkan
seluruh perhatianmu kepada orang lain yang menurutmu dialah prioritasmu. Aku tau
pendidikanmu mahal, aku mengerti betul dengan mudah kamu dapat mendapatkan gadis
yang kau inginkan.
Aku ingin semuanya kembali ke
awal kita berkenalan. Didalam sebuah bus antar kota. Aku sangat ingat betul,
kamu memakai seragam khas hari rabu-kamis yang sama sepertiku hanya saja kerahmu berwarna kuning sedangkan aku bewarna biru lengkap dengan atribut sebuah
kampus kesehatan. Sangat kuingat betul caramu memperkenalkan dirimu. Matamu
tajam seperti elang, alismu begitu indah kamu terlihat tampan dengan balutan
seragam dan senyum manismu.
Begitu renyah tawamu membuang
kesan menyeramkan seperti yang aku takutkan ketika aku bersekolah dasar dulu. Ya, bagiku perawat itu menakutkan datang ke sekolah melakukan imunisasi dan membawa benda yang sampai saat ini aku takuti. Suntik. Kamu membuatku tidak bosan duduk
berjam jam dalam bus yang telah usang dan pengap. Kamu begitu asik menceritakan
kehidupanmu menjadi seorang perawat. Sesekali aku melirikmu untuk sekedar ingin
melihat alismu yang membuatku jatuh hati.
Awalnya kamu pernah sangat hangat
sebelum akhirnya kamu menjadi sangat dingin. Taukah, hati ini selalu berkecamuk
saat kamu menghilang tanpa kabar. Maafkan aku yang selalu bersikap kekanakan
mendakwamu untuk selalu memberiku kabar. Maafkan aku jika sikapku membuatmu
merasa jenuh. Maafkan aku membuatmu merasa tak nyaman. Maafkan aku mengganggu
pekerjaanmu. Maafkan aku yang selalu mengemis perhatian darimu. Dan maafkan aku
hingga aku menulis seperti ini.
Tuan, tolong aku minta tolong
kembalilah seperti dulu. Aku telah beku dengan dinginmu. Aku tak bisa dan tak
tau bagaimana caranya berjalan mundur karena kurasa aku telah berjalan cukup
jauh ke dalam duniamu. Tolong kak, jangan kamu suruh aku untuk mundur. Karena
jika aku mundur aku takut tak akan bisa kembali lagi.
Kumohon, jujurlah kepadaku.
Jangan buat aku terus menunggu dan menaruh harapan kamu akan menjemputku
setelah kemarau ini berakhir. Aku terima kejujuranmu jika memang kamu telah
memiliki seseorang yang kamu jadikan prioritas. Aku terima maksudmu bahwa kamu
adalah orang yang setia adalah setia pada satu wanita yang kau sebut
prioritasmu.
Jika kamu jujur, aku berjanji
padamu tuan perawat tak usah kamu antarkan kembali pun aku telah tau
bagaimana berjalan mundur dan berbalik arah. Hingga tak perlu kamu ajak aku berjalan
hingga semakin jauh, dan semakin tersesat dalam liku-liku hatimu.
Siapakah wanita itu ? Siapakah
prioritasmu, katakan padaku hingga aku tahu bagaimana caranya mencegah kakiku
untuk melangkah menuju jurang yang sangat curam didepanku. Hingga kamu tak perlu lagi mengobati apa itu luka dan tak
perlu mendengar rintihan lara yang kamu timbulkan.
Sincerely,
Seorang
gadis yang sealmamater dengan kamu dan yang paling sering kamu buat menunggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar