Minggu, 30 November 2014

Malaikatku, dialah Ibuku


Malaikatku, dialah Ibuku
Betapa aku bersyukur diberi malaikat penjaga seperti Ibu. Malaikat paling cantik yang cintanya tak kan pernah berubah.  Malaikat yang selalu mengusahakan kebahagiaan untuk anaknya. Yang rela berkorban, yang rela sakit hati hanya demi melihat seutas senyum di bibir anaknya.
Aku sangat mengagumi betapa kokoh hatinya dan betapa kuat lengannya untuk merangkul anak semata wayangnya hingga 18tahun. Pernah aku membayangkan betapa indah hidup sendiri kuliah diluar kota tanpa seorang Ibu. Hidup sendiri bebas dari larangan ini dan itu. Tanpa ada suara omelan layaknya radio rusak setiap hari yang memekakan gendang telinga.
Hingga pada akhirnya aku bersyukur Tuhan mengabulkan doaku. Kini aku hidup seorang diri diluar kota. Kuliah di sebuah sekolah kesehatan yang nantinya Ibu harap aku bisa mengabdi pada negeri. Menyelamatkan banyak nyawa dan menjadi wanita yang di elu-elukan masyarakat. Merasakan pangkat derajat yang lebih tinggi darinya. Menjadi seorang wanita yang dihormati, tidak sepertinya yang menjadi cibiran orang. Iya benar karena ibuku telah lama hidup sendiri. Berdua hanya denganku. Ayahku ? Dimana ? Entahlah, kurasa keluargaku kurang begitu harmonis semenjak Tambak Ikan ayahku tenggelam oleh lumpur Lapindo beberapa tahun silam. Semua hal indah di dalam rumah kurasa sirna. Terkadang aku merasa iri dengan teman-teman yang dengan bangga menceritakan tentang ayah dan ibunya. Tentang betapa kompaknya keluarganya. Tapi bagaimana lagi, semua orang pasti diciptakan dengan segala perbedaan. Dan semua orang diciptakan memiliki takdir dan nasib yang berbeda-beda.
Mungkin takdirku hidup tanpa orang tua yang utuh. Setidaknya aku harus bersyukur karena aku masih dapat melihat mereka kapanpun aku ingin melihat ayah ataupun ibuku. Walaupun tidak dalam sebuah rumah yang sama lagi. Mungkin hal ini yang membuatku dulu begitu bersemangat untuk pergi kuliah diluar kota. Ya, ingin bebas mencari kebahagiaan serta melupakan semua kenangan-kenangan pahit di kota kelahiranku.
Beberapa hari pertama aku merasa nyaman di kota ku yang baru, tinggal bersama dengan teman-teman baru di dalam sebuah rumah kos sederhana. Tidur mandi makan sesukaku tanpa ada yang mengatur. Kupikir, inilah hidup. Namun ternyata semua tak seindah yang kubayangkan. Hidup seorang diri tidak semudah apa yang kupikirkan. Bahkan ketika sakit karena telat makan datang menyerang lambung tidak ada lagi suara berisik yang ngomel disampingku. Bagaimana bisa suara berisik yang dahulu amat kubenci dapat begitu kurindukan sekarang ?
Pernah suatu pagi, ketika mentari baru saja menampakkan sinarnya bulir kristal mataku menetes. Iya, teringat malaikatku itu lagi. Biasanya sepagi ini aku belum bangun, masih terjaga diranjang tidur dalam sebuah kamar hijau muda dengan hiasan bunga bunga di dindingnya. Memainkan ponsel dan  hanya mencium aroma lezat seorang malaikat yang tengah memasak sarapan dan bekal untuk putrinya. Sekarang ? tidak ada lagi yang memasakkan sarapan. Semua serba sendiri. Dulu kubayangkan betapa enak tidur hingga siang tanpa ada yang membangunkan. Namun nyatanya, jika rasa malas menyerang lantas yang masak sarapan untukku siapa ? jika tidak ada yang memasak, lantas jika aku sakit lagi siapa yang merawat ?
Jika petang menjelang, matahari pun menghilang dan digantikan oleh bulan bintang yang bersinar dalam gelapnya malam. Aku berfikir “apakah yang sedang dilakukan malaikatku sekarang ?” . Kulitnya yang makin keriput pasti juga menurunkan staminanya. Maafkan putrimu yang membiarkanmu kesepian seorang diri di dalam rumah mungil diujung desa.
Ketika rindu mulai mendayu, ketika air mata dan tengadah tangan diakhir sujud lima waktuku yang mampu berbicara. Ketika lisan tak mampu mengungkapkan betapa rindu ini mengganggu tidurku. Ingin ku peluk erat malaikatku dan kukatakan, aku hanya ingin dirumah ini. Sejauh apapun kaki melangkah pergi, ditempat semewah apapun merebahkan diri tak akan pernah menggantikan rasa nyaman seperti berada dalam rumah sendiri. Didalam istana kecil yang didalamnya terdapat cinta seorang malaikat tak bersayap yang tiada habisnya. Ibu, aku merindukanmu. Ibu, aku ingin bertemu. Ingin kuhapus ratusan kilometer yang memisahkan raga kita. Really loving you, miss you Mommy .

Tidak ada komentar:

MY ACNE STORY PART 3 || SKINCARE ROUTINE UNTUK WAJAH BERJERAWAT

Waaa, panjang banget ya ceritanya ngelawan jerawat wkwk udah sampe part 3 segala. Ini mungkin adalah akibat dari aku yang dulu awal puberty...